Senyum Simpul Cantigi



Senyum Simpul Cantigi
Muhammad ‘Ainu Syifa’(Seva)

                   Kala itu disebuah kehidupan penuh kotak, penuh sudut, tanpa alur cerita yang indah namun penuh makna bagi sang pohon, dialah pohon cantigi. Sebuah pohon dipegunungan yang selalu menjadi teman para pendaki ketika menaiki lereng,menangkis badai,panasnya terik mentari yang membakar dan dinginnya malam.namun sedikit para pendaki yang mengenal pohon ini.
Suatu ketika cantigi bercerita dengan edelweiss
Cantigi: “hai edelweiss apakabar? Bagaimana hari ini siapkah menyambut pendaki datang menemui kita      esok nanti?”
Edelweis:“baik cantigi, kamu sendiri bagaimana?, siap sekali aku sudah mempersiapkannya dengan             baik, semua pesonaku aku keluarkan, semua keindahan dari diriku akan kuperuntukan bagi         mereka yang datang"
Cantigi: “baik, wah beruntungnya jadi kamu, sudah indah,menawan, pandai memikat hati, dan abadi”

              Pagi pun datang,pendaki pun mulai naik keatas gunung, cantigi yang tidak begitu menawan terlihat murung dengan kenampakannya yang amat sederhana,ia hanya berdiri di lereng gunung berharap ada pendaki yang mau menyapanya seperti mereka menyapa edelweiss.
(bruk bruk bruk) terdengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat,dengan senyum simpul yang terlihat manis cantigi mulai menyapa pendaki, ia sapa para pendaki itu ,ia riuhkan suara nya dengan bantuan angin. Sesekali pendaki itu tersenyum kemudian duduk diakar cantigi. Cantigi merasa amat bahagia. Kemudian para pendaki itu ngobrol dibawah cantigi

Pendaki1 : “ini pohon apa ya?”
Pendaki 2:“entah, ngak menarik kok, lebih menarik bunga edelweiss nanti pas kita hampir sampai   dipuncak”
Pendaki1:“oh iya edelweiss, semoga ketika kita sampai diatas bunganya mekar ya, jadi gak sabar nih           hehe .”

              Seketika cantigi tersentak kemudian riuhnya keceriaan cantigi berubah jadi keheningan, bak pohon mati. Dengan tubuh para pendaki yang masih melepas lelah dan sakit di akarnya, cantigi tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk para pendaki itu, hembusan angin terselip diantara dedaunan cantigi ,Yang kemudian ia lanjutkan ke tubuh para pendaki itu dengan penuh kesabaran.
 Ia halangi sinar matahari yang ingin membakar tubuh para pendaki itu dengan daun-daunnya yang kecil tetapi tulus. Pendaki itu pun melanjutkan perjalanan menaiki lereng, dilereng tersebut cantigi sudah bersiap untuk membantu pendaki tersebut menaiki lereng terjal itu, dengan uluran akar yang kuat dan batang cantigi para pendaki tersebut mulai naik, meski sakit yang dirasakan cantigi karena terinjak-injak, tetapi ia tetap dengan ikhlas akan membantu para pendaki tersebut sampai berada diatas.
Disetiap perjalanan para pendaki tetap hanya membicarakan edelweiss tanpa ada yang membicarakannya.
              Sampailah pendaki tersebut di campingground. Disana para pendaki bingung mencari tempat yang nyaman untuk  mendirikan tenda, aman dari badai dan angin malam . cantigi pun mempersembahkan dirinya untuk disinggahi para pendaki tersebut.
Tendapun berdiri di samping cantigi. Dengan penuh tawa dan cerita para pendaki tersebut bercerita didalam tenda dibawah cantigi, lagi-lagi yang menjadi topik perbincangan ialah edelweiss.
Kemudian cantigi pun berbicara pada edelweiss

Cantigi: “ para pendaki itu hanya membicarakanmu tanpa ada yang membicarakanku”
Edelweis :” tenanglah cantigi besok akan kubujuk para pendaki itu, lagian aku juga sudah tidak begitu               memerlukan mereka”.

              Malampun hampir direnggut pagi, cantigi masih tetap setia menjaga pendaki tersebut supaya badai yang menerpa malam ini tidak begitu parah menerjang tendanya.
Akhirnya pagi pun tiba dan pendaki itu bangun , sambil menyalakan kompor untuk memasak ,pendaki tersebut berkeliling dan pada akhirnya terlihatlah edelweiss dari kejauhan, tanpa berfikir panjang pendaki tersebut langsung menghampiri edelweiss, terlihat sekali raut wajah bahagia mereka ketika berada disisi edelweiss , edelweiss yang sudah nampak cantik dengan berdiam diri, kini ia mulai mempercantik lagi dengan menggerakkan tubuh dan memekarkan bunga keabadiannya.
Cantigi  hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca sambil menatap keceriaan antara edelweiss dan pendaki tersebut.
Terselip kata didalam hati cantigi “jelaslah mereka bahagia didekatnya, dia itu menarik, siapa yang tak kenal dengan isitilah ABADI pada edelweiss, siapa yang tak kenal edelweiss, beda sekali denganku, yang hanya pohon biasa, tak menarik , hanya sebagai pembantu para pendaki dan tempat luapan lelah mereka. Cukuplah sampai disini,semoga kelak ia mau mengingatku dan menghargai ku”
Kemudian cantigi pun beranjak pindah dari tempat itu dengan perasaan yang amat lara, dan terpaksa. Ia pergi jauh dan berhenti di pinggiran tebing, sambil berkata “semoga ketika pendaki tersebut datang kembali kesini, ia akan mengingatku dan menghargaiku, bahwasanya aku masih berada disini”.



--Sedikit cerita dari saya pemuda pecinta tanpa cinta, perindu tanpa harus tau siapa yang aku rindukan dan pemimpi entah apa makna mimpi itu. Apabila ada salah dalam penulisan atau apalah, saya mohon maaf   karena saya hanya manusia biasa dan penulis amatiran 

NB : Baca cerita ini sambil dengerin lagunya DIALOG DINI HARI – JALAN DALAM DIAM :”).
 Lirik nya gini nih hehe .

                                DIALOG DINI HARI-JALAN DALAM DIAM
Hari baru gelisah yang sama
Matahari berganti bulan
Malam yang sama direnggut siang
Pagi berkicau, senja dibalut jingga
Taman cantik rimbun bunga
Bunga menawan, layu dan mekar
Semua berputar.. semua berputar..
Hanya.. aku yang terdiam
Diam tertahan dengan keinginan yang tertinggal

Oh angin bawa aku pergi
Burung bawaku terbang tinggi
Temui awan yang tak gentar
Dikirim badai,diterpa prahara, tanpa keinginan
Sunyi harapan.. menghiasi langit

Oh angin bawa aku pergi
Burung bawaku terbang tinggi

Sisipkanlah aku disayapmu, disayapmu
Terbangkan lah aku kemanapun kau mau
Sisipkanlah aku disayapmu, disayapmu
Terbangkan lah aku kemanapun kau mau
Sisipkanlah aku disayapmu, disayapmu

Komentar

Postingan Populer